Jumat, 26 Maret 2010

Pengertian Ushul Piqih

Pengertian Ushul Fiqih

Pengertian Ushul Figh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah.

Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan Tarkib Idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.

Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar fiqh.

Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil (ungkapan oleh Abu Hamid Hakim) dan ashl dapat berarti kaidah kulliyah atau aturan / ketentuan umum. Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, yakni berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.

Adapun secara etimologis (bahasa), Fiqh bermakna tahu, paham dan mengerti dalam istilah yang dipakai secara khusus dibidang hukum agama yurispendensi Islam dan dapat pula Fiqh adalah keterangan tentang pengertian atau paham dari maksud ucapan si pembicara.

Secara terminologi (istilah), Ulama berpendapat Fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum yang sesuai dengan syara mengenai amal perbuatan yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang تفصىل

(terperinci, khusus terambil dari Al-Qur'an dan Sunnah).

Ahli hukum Islam klasik, Abu Hanifah, mendefinisikan Fiqh sebagai المعرفه (pengetahuan) tentang hak dan kewajiban. Adapun pengetahuan itu sendiri adalah pengetahuan tentang hal-hal yang amat spesifik yang diambil dari dalil, segala perkara agama baik Aqidah, Ibadah dan Muamalah, adalah Fiqh. Al-Kasani menyebut Fiqh itu ilmu tentang halal-haram, syariat dan hukum. Imam Syafi'i menulis dalam Jam'ul Jawami

Fiqh itu pengetahuan tentang hukum-hukum syara yang bersifat praktis
yang diambil dari dalil-dali yang rinci, adapun 'Abdul Wahhab Khallaf menyatakan fiqh ialah Kumpulan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Dikalangan Ulama ada yang membedakan Fiqh dan Syariat, artinya ketentuan hukum yang diambil melalui pemahaman berbeda dengan yang didasarkan melalui dalil-dalil eksplisit dan langsung, sehingga ada kesan bahwa Fiqh bersifat ظنى (dugaan) karena merupakan hasil استنبا ت (penetapan) hukum dari perkara-perkara yang tidak tercantum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, sedang Syariat sudah jelas ketentuannya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga, pengertian ushul fiqh, seperti kembali diungkapkan 'Abdul Wahhab Khallaf adalah :

Ilmu tentang kaidah-kaidah yang menggariskan jalan-jalan untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci.

Dengan lebih mendetail, dikatakan oleh Muhammad Abu 'Zahrah bahwa Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam mengambil hukum dari dalil-dalil berupa nash-nash syara' dan dalil-dalil yang disasarkan kepadanya, dengan memberi Illat yang dijadikan dasar ditetapkannya serta kemaslahatan-kemaslahatan yang dimaksud oleh syara'.

OBYEK PEMBAHASAN ILMU USHUL FIQH

Sesuai dengan keterangan tentang pengertian Ilmu Ushul Fiqh di atas, maka yang menjadi obyek pembahasannya, meliputi :

1. Pembahasan tentang dalil.

Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di sini dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing dari macam-macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak dibahas satu persatu dalil bagi setiap perbuatan.

2. Pembahasan tentang hukum.

Pembahasan tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara umum, tidak dibahas secara terperinci hukum bagi setiap perbuatan. Pembahasan tentang hukum ini, meliputi pembahasan tentang macam-macam hukum dan syarat-syaratnya. Yang menetapkan hukum (al hakim), orang yang dibebani hukum (al-mahkum 'alaih), syarat-syarat ketetapan hukum (al-mahkum bih) dan macam serta perbuatan-perbuatan yang ditetapi hukum (al-mahkum fih) juga syarat-syaratnya.

3. Pembahasan tentang kaidah

Pembahasan tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk memperoleh hukum dari dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-macamnya, kehuijahannya dan hukum-hukum dalam mengamalkannya.

4. Pembahasan tentang ijtihad Dalam pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya, syarat-syarat bagi orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang dilihat dari kaca mata ijtihad dan hukum melakukan ijtihad.

KEGUNAAN MEMPELAJARI ILMU USHUL FIQH

Kaidah-kaidah dalam Ilmu Ushul yaitu untuk diterapkan pada dalil-dalil syara' yang terperinci dan sebagai rujukan bagi hukum-hukum furu' hasil ijtihad para ulama. Dengan menerapkan kaidah-kaidah pada dalil-dalil syara' yang terperinci, maka dapat dipahami kandungan nash-nash syara' dan diketahui hukum-hukum yang ditunjukinya, sehingg dengan demikian dapat diperoleh hukum perbuatan atau perbuatan-perbuatan dari nash tersebut.

Dengan menerapkan kaidah-kaidah itu dapat juga ditentukan jalan keluar (sikap) yang diambil di kala menghadapi nash-nash yang saling bertentangan, sehingga dapat ditentukan pula hukum perbuatan dari nash atau nash-nash sesuai dengan jalan keluar yang diambil. Demikian pula dengan menerapkan kaidah-kaidah pada dalil-dalil seperti : qiyas, istihsan, istishlah, istishab dan lain sebagainya, dapat diperoleh hukum perbuatan-perbuatan yang tidak didapat dalam Al Qur'an dan As Sunnah.

Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dari sisi ini, Ilmu Ushul Fiqh dapat digunakan untuk mengetahui alasan-alasan pendapat para ulama. Kegunaan ini juga mempunyai arti yang penting, karena jika mungkin seseorang akan dapat memilih pendapat yang dipandang lebih kuat atau setidak-tidaknya seseorang dalam mengikuti pendapat ulama hares mengetahui alasan-alasannya.



ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU USHUL FIQH DAN KITAB-KITABNYA

Dalam membahas Ilmu Ushul Fiqh, para ulama tidak selalu sepakat dalam menetapkan istilah-istilah untuk suatu pengertian dan dalam menetapkan jalan-jalan pembahasannya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi dua aliran yaitu Aliran Mutakallimin dan Aliran Hanafiyah.

1. Aliran Mutakallimin

Para ulama dalam aliran ini dalam pembahasannya dengan menggunakan cara-cara yang digunakan dalam ilmu kalam, yakni menetapkan kaidah ditopang dengan alasan-alasan kuat baik naqhy (dengan nash) maupun 'aqliy (dengan akal) tanpa terikat dengan hukum furu' yang telah ada dari madzab manapun, sesuai atau tidak sesuai kaidah dengan hukum-hukum furu' tersebut tidak menjadi persoalan. Aliran ini diikuti oleh para ulama dari golongan Mu'tazilah, Malikiyah, dan Syafi'iyah.

Diantara kitab-kitab Ilmu Ushul Fiqh dalam aliran ini, yaitu :

  1. Kitab Al-Mu'tamad disusun oleh Abdul Husain Muhammad bin Aliy Al Bashriy Al Mu'taziliy Asy Syafi'iy (wafat pada tahun 463 Hijriyah).
  2. Kitab Al-Burhan disusun oleh Abdul Ma'aliy Abdul Malik bin Abdullah Al-Jawainiy An-Naisaburiy Asy-Syafi'iy yang terkenal dengan nama Imam Al Huramain (wafat pada tahun 487 Hijriyah).
  3. Kitab Al-Mushtashfa disusun oleh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazaliy Asy Syafi'iy (wafat pada tahun 505 Hijriyah).

Dari tiga kitab tersebut yang dapat ditemui hanyalah kitab Al-Mushtashfa, sedangkan dua kitab lainnya hanya dapat dijumpai nukilan-nukilannya dalam kitab yang disusun oleh para ulama berikut, seperti nukilan kitab dari Al Burhan oleh Al Asnawiy dalam kitab Syahrul Minhaj.

Kitab-kitab yang datang berikutnya yakni kitab Al-Mahshul disusun oleh Fakhruddin Muhammad bin Umar Ar Raziy Asy Syafi'iy (wafat pada tahun 606 Hijriyah). Kitab ini merupakan ringkasan dari tiga kitab yang disebutkan di atas. Meski demikian, kitab Al-Mahshul masih
diringkas lagi oleh dua orang yaitu : Tajjuddin Muhammad bin Hasan Al Armawiy (wafat pada tahun 656 Hijriyah) dengan kitab Al Hashil dan Mahmud bin Abu Bakar Al-Armawiy (wafat pada tahun 672 Hijriyah) dengan kitab At Tahshil.

2. Aliran Hanafiah

Para ulama dalam aliran ini, dalam pembahasannya, berangkat dari hukum-hukum furu' yang diterima dari imam-imam (madzhab) mereka; yakni dalam menetapkan kaidah selalu berdasarkan kepada hukum-hukum furu' yang diterima dari imam-imam mereka. Jika terdapat kaidah yang bertentangan dengan hukum-hukum furu' yang diterima dari imam-imam mereka, maka kaidah itu diubah sedemikian rupa dan disesuaikan dengan hukum-hukum furu' tersebut. Jadi para ulama dalam aliran ini selalu menjaga persesuaian antara kaidah dengan hukum furu' yang diterima dari imam-imam mereka.

Diantara kitab-kitab Ilmu Ushul Fiqh dalam aliran ini yaitu, kitab yang disusun oleh Abu Bakar Ahmad bin Aliy yang dikenal Al-Jashashash (wafat pada tahun 380 Hijriyah) kitab yang disusun oleh Abu Zaid Ubaidillah bin Umar Al Qadliy Ad Dabusiy (wafat pada tahun 430 Hijriyah) kitab yang disusun oleh Syamsul Aimmah bin Ahmad As Sarkhasiy (wafat pada tahun 483 Hijriyah).

Kitab yang disebut terakhir ini diberi penjelasan oleh Alauddin Abdul Aziz bin Ahmad Al Bukhariy (wafat pada tahun 730 Hijriyah) dalam kitabnya yang diberi nama Kasyful Asrar. Dan juga kitab Ilmu Ushul Fiqh dalam aliran ini ialah kitab yang disusun oleh Hafidhuddin `Abdullah bin Ahmad An Nasafiy (wafat pada tahun 790 Hijriyah) yang berjudul Al-Manar, dan syarahnya yang terbaik yaitu Misykatul Anwar.

Hubungan Antara Fiqh dan Ushul Fiqh

Untuk menemukan hubungan antara Fiqh dan Ushul Fiqh kita harus kembali memahami ta'rif Fiqh dan Ushul Fiqh.

Ta'rif Fiqh

1. Salah satu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syari'at atau hukum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia balk yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat sosial.

2. Fiqh menurut bahasa adalah faham

3. Fiqh menurut istilah atau ketetapan

Ta'rif Ushul Fiqh

1. Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dan dalil-dalilnya serta dalil-dalil hukum (kaidah-kaidah yang menetapkan dalil hukum).

2. Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang merupakan sarana untuk mendapatkan hukumnya perbuatan yang diperoleh dengan mengumpulkan dalil secara terinci.

Dari ta'rif Fiqh dan Ushul Fiqh di atas dapat disimpulkan bahwa Fiqh itu mempelajari dan mengetahui hukum-hukum syari'at agama Islam, sedangkan Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang dibutuhkan untuk mengeluarkan hukum dan perbuatan-perbuatan manusia yang dikehendaki oleh Fiqh.

Jadi hubungan ilmu Fiqh dengan Ushul Fiqh adalah erat sekali, tidak dapat dipisahkan antara kedua cabang ilmu tersebut. Ilmu Fiqh merupakan produk dari Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh berkembang karena berkembangnya Ilmu Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh akan bertambah maju manakala ilmu Ushul Fiqh mengalami kemajuan, karena ilmu Ushul Fiqh adalah semacam ilmu alat yang menjelaskan metode dan sistem penentuan hukum berdasarkan dalil-dalil naqli maupun aqliy.[1]

Ushul fiqh merupakan komponen utama dalam menghasilkan produk fiqh, karena ushul fiqh adalah ketentuan atau kaedah yang harus digunakan oleh para mujtahid dalam menghasilkan fiqh. Namun dalam penyusunannya ilmu fiqh dilakukan lebih dahulu dari pada ilmu ushul fiqh.

Secara embrional ushul fiqh telah ada bahkan ketika Rasulullah masih hidup, hal ini didasari dengan hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bertanya kepada Muadz bin Jabal ketika diutus untuk menjadi gubernur di Yaman tentang apa yang akan dilakukan apabila dia harus menetapkan hukum sedangkan dia tidak menemukan hukumnya dalam al-Qur’an maupun as-Sunah, kemudian Muadz bin Jabal menjawab dalam pertanyaan terakhir ini bahwa dia akan menetapkan hukum melalui ijtihadnya, dan ternyata jawaban Muadz tersebut mendapat pengakuan dari Rasulullah.

Dari cerita singkat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Rasulullah pada masanya telah mempersiapkan para sahabat agar mempunyai alternatif cara pengambilan hukum apabila mereka tidak menemukannya dalam al-Qur’an maupun as-Sunah. Namun pada masa ini belum sampai kepada perumusan dan prakteknya, karena apabila para sahabat tidak menemukan hukum dalam al-Qur’an mereka dapat langsung menanyakan pada Rasulullah.

Perumusan fiqh sebenarnya sudah dimulai langsung setelah nabi wafat, yaitu pada periode sahabat. Pemikiran ushul fiqh pun telah ada pada waktu perumusan fiqh tersebut. Diantaranya adalah Umar bin Khatab, Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib yang sebenarnya sudah menggunakan aturan dan pedoman dalam merumuskan hukum meskipun belum dirumuskan secara jelas.

Sebagai contoh, sewaktu sahabat Ali menetapkan hukum cambuk sebanyak 80 kali terhadap peminum khomr, beliau berkata “Bila ia minum ia akan mabuk, dan bila ia mabuk ia akan menuduh orang berbuat zina. Maka kepadanya dikenakan sanksi tuduhan berzina.” Dari pernyataan Ali tersebut, ternyata sudah menggunakan kaidah ushul, yaitu menutup pintu kejahatan yang akan timbul atau “sad al-Dzariah”.

Contoh lain yaitu Abdullah ibnu Mas’ud yang menetapkan hukum berkaitan dengan masalah iddah, beliau menetapkan fatwanya dengan mengunakan metode nasakh-mansukh, yaitu bahwa dalil yang datang kemudian, menghapus dalil yang datang lebih dahulu. Dari dua contoh tersebut setidaknya sudah mampu memberi gambaran kepada kita bahwa para sahabat dalam melakukan ijtihadnya telah menerapkan kaidah atau metode tertentu, hanya saja kaidah tersebut belum dirumuskan secara jelas.

Pada periode tabi’in lapangan istinbat hukum semakin meluas dikarenakan banyaknya peristiwa hukum yang bermunculan. Dalam masa itu beberapa ulama tabi’in tampil sebagai pemberi fatwa hukum terhadap kejadian yang muncul, seperti Sa’id ibn Musayyab di Madinah dan Ibrahim al-Nakha’i di Iraq. Masing-masing ulama menggunakan metode-metode tertentu seperti mashlahat atau qiyas dalam mengistinbatkan hukum yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Berkaitan dengan hal di atas, pada periode ulama, metode-metode untuk mengistinbat hukum mengalami perkembangan pesat diiringi dengan munculnya beberapa ulama ushul fiqh ternama seperti Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i. Berangkat dari keragaman metode dalam mengistinbatkan hukum inilah yang menyebabkan perbedaan aliran fiqh dalam beberapa madzhab tersebut.

Abu Hanifah menetapkan al-Qur’an sebagai sumber pokok, setelah itu hadits Nabi, baru kemudian fatwa sahabat. Dan metodenya dalam menerapkan qiyas serta istihsan sangat kental sekali.

Sedangkan Imam Malik lebih cenderung menggunakan metode yang sesuai dengan tradisi yang ada di Madinah. Beliau termasuk Imam yang paling banyak menggunakan hadits dari pada Abu Hanifah, hal ini mungkin dikarenakan banyaknya hadits yang beliau temukan. Disamping itu Imam Malik juga menggunakan qiyas dan juga maslahat mursalah, yang mana metode terakhir ini jarang dipakai oleh jumhur ulama.

Selain dua Imam diatas, tampil juga Imam Syafi’i. Ia dikenal sebagai sosok yang memiliki wawasan yang sangat luas, didukung dengan pengalamannya yang pernah menimba ilmu dari berbagai ahli fiqh ternama. Hal ini menjadikan beliau mampu meletakkan pedoman dan neraca berfikir yang menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh mujtahid dalam merumuskan hukum dari dalilnya.

Kemudian beliau menuangkan kaidah-kaidah ushul fiqh yang disertai dengan pembahasannya secara sistematis yang didukung dengan keterangan dan metode penelitian ke dalam sebuah kitab yang terkenal dengan nama “Risala“. Risala ini tidak hanya dianggap sebagai karya pertama yang membahas metodologi ushul fiqh, akan tetapi juga sebagai model bagi ahli-ahli fiqh dan para teoretisi yang datang kemudian untuk berusaha mengikutinya.

Atas jasanya ini beliau dinilai pantas disebut sebagai orang yang pertama kali menyusun metode berfikir tentang hukum Islam, yang selanjutnya populer dengan sebutan “ushul fiqh“. Bahkan ada salah seorang orientalis yang bernama N.J Coulson menjuluki Imam Syafi’i sebagai arsitek ilmu fiqh.

Namun yang perlu digarisbawahi, bahwa bukan berarti beliaulah yang merintis dan mengembangkan ilmu tersebut, karena jauh sebelumnya seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa mulai dari para sahabat, tabi’in bahkan dikalangan para Imam mujtahid sudah menemukan dan mengunakan metodologi dalam perumusan fiqh, hanya saja mereka belum sampai menyusun keilmuan ini secara sistematis, sehingga belum dapat dikatakan sebagai suatu khazanah ilmu yang berdiri sendiri.

Sepeninggal Imam Syafi’i pembicaraan tentang ushul fiqh semakin menarik dan berkembang. Pada dasarnya ulama pengikut Imam mujtahid yang datang kemudian, mengikuti dasar-dasar yang sudah disusun Imam Syafi’i, namun dalam pengembangannya terlihat adanya perbedaan arah yang akhirnya menyebabkan perbedaan dalam usul fiqh.

Sebagian ulama yang kebanyakan pengikut madzhab Syafi’i mencoba mengembangkan ushul fiqh dengan beberapa cara, antara lain: mensyarahkan, memperrinci dan menyabangkan pokok pemikiran Imam Syafi’i, sehingga ushul fiqh Syafi’iyyah menemukan bentuknya yang sempurna. Sedangkan sebagian ulama yang lain mengambil sebagian dari pokok-pokok Imam Syafi’i, dan tidak mengikuti bagian lain yang bersifat rincian. Namun sebagian lain itu mereka tambahkan hal-hal yang sudah dasar dari pemikiran para Imam yang mereka ikuti, seperti ulama Hanafiyah yang menambah pemikiran Syafi’i.

Setelah meninggalnya Imam-imam mujtahid yang empat, maka kegiatan ijtihad dinyatakan berhenti. Namun sebenarnya yang berhenti adalah ijtihad muthlaq. Sedangkan ijtihad terhadap suatu madzhab tertentu masih tetap berlangsung, yang masing-masing mengarah kepada menguatnya ushul fiqh yang dirintis oleh Imam-imam pendahulunya.



[1] Al-Bazdawi, Ushul al-Bazdawi, bersama dengan Kasyf al-Asrar oleh ‘Abdul ‘Aziz al-Bukhari, konstantinopel,1307 H, III, h. 109-111: al-sarakhsi, Ushul al-saraksi kairo : mathabi ‘Dar al-Fiqr al- Arabi,1372 H. II, h. 193.

Antropologi Agama (pokok pengertian)

ANTROPOLOGI AGAMA

A. POKOK PENGERTIAN

Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya, atau disebut juga Antropologi Religi. Meskipun ada yang berpendapat ada perbadaan pengerian antara Antropologi Agama dengan Antropologi Religi, namun keduanya mengandung arti adanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan yang ghaib. Keduanya juga menyangkut adanya buah pikiran sikap dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan kekuasaan yang tidak nyata.

Buah pikiran dan perilaku manusia tentang keagamaan dan kepercayaannya itu pada kenyataannya dapat dilihat dalam wujud tingkah laku dalam acara dan upacara-upacara tertentu menurut tata cara yang ditentukan dalam agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian Agama tidaklah mendekati agama itu sebagaimana dalam teologi (Ilmu Ketuhanan), yaitu ilmu yang menyelidiki Wahyu Tuhan.

B. LATAR BELAKANG SEJARAH

Perhatian manusia terhadap sikap dan perilaku keagamaan dimulai sejak orang barat berkelana dan mencekaramakan pengaruh kolonialisme dan imperialisme di dunia timur. Diantara yang tertarik berpendapat karena apa yang mereka ketahui merupakan hal-hal baru dan aneh-aneh jika dibandingkan dengan sikap perilaku dan upacara-upacara keagamaan (kristen) yang mereka anut.

Tanggapan aneh tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah sikap perilaku keagamaan masyarakat sederhana itu adalah bentuk-bentuk keagamaan dan kepercayaan yang merupakan cikal bakal dari bentuk-bentuk keagamaan yang ada kemudian dan sudah jauh lebih maju, seperti halnya Agama Hindu, Kristen dan Agama Islam. Tanggapan ke arah asal mula dari unsur-unsur universal tentang agama, seperti mengapa manusia percaya kapada adanya kekuasaan yang ghaib, mengapa pula manusia bersikap dan berperilaku dengan berbagai cara dan upacara yang bermacam-macam dalam berhubungan dengan kekuasaan ghaib.

Para sarjana yang mengolah labih lanjut tentang keagamaan primitif berpendapat bahwa agama tau religi dan kepercayaan kuno itu adalah sisa-sisa dari bentuk agama purba yang dianut oleh seluruh umat manusia ketika budayanya masih sederhana. Jadi, bukan hanya di dunia timur tetapi di dunia barat juga ada ketika masyarakatnya masih sederhana.

Diantara para sarjana ada yang berushan menyusun teori tentang asal mula agama. Diantara mereka adalah para ahli filsafat, sejarah, sarjana-sarjana filologi yang ahli meneliti naskah-naskah kuno dengan bahasa kuno, dan sebagainya.

C. CARA MEMPELAJARI

Yang menjadi titik studi Antropologi Agama adalah bukan kebenaran ideologis melainkan kenyataan yang nampak yang berlaku, yang empiris, atau juga bagaimana hubungan pikiran sikap dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan yang ghaib.

Beberapa cara dalam studi Antropologi Agama, yaitu dengan mempelajari dari sudut sejarah, ajarannya yang bersifat normatif, atau dengan cara deskriptif atau dan dengan cara yang bersifat empiris.

1. Metode Historis

Dengan metode yang bersifat sejarah yang dimaksud ialah menelusuri pikiran dan perilaku manusia tentang agamanya yang berlatar belakang sejarah, yaitu sejarah perkembangan budaya agama sejak masyarakat manusia masih sederhana budayanya sampai budaya agamanya yang sudah maju. Misalnya bagaimana timbul dan terjadinya agama tersebut dan lain-lain.

2. Metode Normatif

Dengan metode normatif dalam studi Antropologi Agama dimaksudkan mempelajari norma-norma (kaidah-kaidah, patokan-patokan atau sastra-asatra suci agama) maupun yang merupakan perilaku adat kebiasaan yang tradisional yang tetap berlaku, baik dalam hubungan manusia dengan alam ghaib maupun dalam hubungan antara sesama manusia yang bersumber dan berdasarkan ajaran-ajaran agama masing-maisng. Artinya berpangkal tolak pada norma-norma agama yang eksplisit berlaku, yang ideologis berlaku. Dengan metode ini akan ditemukan pikiran dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan yang ghaib atau juga sesama manusia.

3. Metode Deskriptif

Dengan metode ini dalam Antropologi Agama dimaksudkan ialah bersaha mencatat, melukiskan, menguraikan, melaporkan tentang buah pikiran sikap tindak dan perilaku manusia yang menyangkut agama dalam kenyataan yang implisit. Adapun tentang kaidah-kaidah ajaran yang eksplisit tercantum dalam kitab-kitab suci dan kitab-kitab ajaran agama yang dikesampingkan.

4. Metode Empiris

Metode ini mempelajari pikiran sikap dan perilaku agama manusia yang diketemukan dari pengalaman dan kenyataan di lapangan. Artinya yang berlaku sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, dengan menitikberatkan perhatian terhadap kasus-kasus kejadian tertentu (metode kasus). Peneliti dituntut terlibat langsung, misalnya peneliti berperan langsung dapat menyaksikan terjadinya acara perkawianan yang berbeda agama atau perkawianan-perkawianan yang berlaku di antara para penganut agma suku dan sebagainya.

BAB III

AGAMA DAN BUDAYA

Agama adalah keyakinan sedangakan budaya adalah hasil akal pikiran dan perilaku manusia. Suatu keyakinan adalah hal yang mutlak berdasarkan kepercayaan manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan hasil karya manusia berdasarkan kenyataan. Namun tidak dapat dibantah baik agama atau budaya berpangkal tolak dari adanya manusia, tidak ada agama tanpa manusia dank arena manusia budaya maka ada agama.

Mengapa sukar memisahkan agama dan budaya , oleh karena agama tidak akan dianut umatnya tampa budaya.

A. ISTILAH AGAMA

Agama artinya dengan istilah asing relige atau god sdienst(belanda) atau religion (inggris). Istilah agama berasal dari bahasa sansekerta yang perngertiannya menunjukkan adanya kepercayaan manusia berdasarkan wahyudari tuhan.dalam arti liguistik kata agama berasal dari suku kata A-GAM_A kata A berakti tidak , kata gam berarti pergi aau bejalan, sedangkan kata A merupakan kata sipat yang menguatkan yang kekal. Jadi istilah AGAMA mengandung arti pedoman hidup yang kekal (Hasan Shadily, Ensiki, 1980:105

Menurut kitab sunarigama istilah agama berasal dari kata A-GA_MA, kata A berakti Awang-awang’(kosong atau hampa),kata GA artinya Genah (bali :tampat)kata MA arinya matahari(terang bersinar).

B. ISTILAH RILIGI

Kata religi berasal dari bahasa asing ‘religie’ atau godsdienst’ (belanda) atau religion’ (inggris).menurut sidi gazalba ‘rligare’ dalam bahasa latin. Relegere’ maksudnya ialah berhati harti dan perngertian dasar (grondbegrip), yaitu dengan berpegang pada aturan –atauran dasar, yang menurut anggapan orang romawi bagwa regilare’ berarti mangikat, yaitu yang mengikat manusia dengan sesuatu kekuatan tenaga ghaib (sidi Gazalba 1962:18).

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa istilah religi mengandung arti kecenderungan batin (rohani ) manusia untuk berhubungan dengan kekuatan dalam alam semesta, dalam mencari nilai dan makna dari sesuatu yang berbada sama sekali dari apa yang didikenal dan dialami manusia. Kekuatan itu diangagap suci dan dikagumi karena luar biasa. manusia percaya bahwa yang kudus itu ada dan diluar kemampuan dan kekuasaanya. Oleh karenanya manusia berusaha menghormarmatinya, meminta perlidungan kepadanya dan menjaga keseimbangan dengan berbagai cara upacara.

Dalam pengertian yang lain istilah religi merupakan dan perilaku kebiaasaan yang teadisional berdasarkan tuntutan kitab-kitab suci yang merupakan himpunan peraturan keagamaan yang digunakan sebagai pedoman hidup manusia guna meningkaakan mutu kerohanisannya mencapai kesemputnaan . dengan demikian baik istilah agama ataupun religi yang dimaksu ialah menunjukkan adanua hungan antara manusia dengankekuasaan ghaib diluar kekuasaan manusia, berdasaekan keyakinan dan kepercayaan menutut paham atau ajaran agama dan kepercayaan masing-masing, baik bagi masyarakt yang masih sederhana budayanya maupun masyarakat yang sudah maju budanyanya

Nama agama. Istilah agama atau religi’ menunjukan pengertian bahwa manusia menganut kepercayaan kepada yang gaib. Pada masyarakat sederhana yang tidak mengenal istilah agama, kepercayaan kepada yang gaib merupakan sebagian dari adatnya yang tradisional. Jadi apa yang dinamakan ‘ agama suku’ adalah bagian dari ‘ adat suku’ yang menyangkut keagamaan.

Bagi umat islam pengertian istilah agama sebagai cara atau jalan berhubungan dengan tuhanNya digunakan istilah ‘syari’at tharikat, shiratal Mustaqim(jalan yang lurus). Jadi apabila digunakan penafsiran menurut islam, maka yang diartikan agama adalah apa yang disyariatkan llah dengan perantaraan para nabi-nya, yang berupa perintah-perintah dan larrangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

Maka demikian cirri-ciri agama adalah terdiri dari:

1. Kepercayaan kepada tuhan yang maha esa,

2. Mengadakan hubungan dengan tuhan dan melakukan upacara (ritus) pemujaan dan permohonan.

3. Adanya ajaran tentang ketuhanan

4. Adanya sikap hidup yang ditumbuhkan oleh ketiga unsure tersebut, kepercayaan, adanya hubungan dengan tuhan dan ajarannya.

Dengan demikian kepercayaan yang tidak menunjukkan cirri-ciri tersebut merupakan budanya agama atau agama kebudayaan.

D . AGAMA SAMAWI DAN WAD’I

Dilihat dari sumber terjadinya agama, maka agama itu dapat dibedakan dalam dua kategori, yang dinamakan ‘agama samawi’ aau ‘agama langit, dan ‘agama wad’I atau ‘agama bumi’

1. Agama samawi adalah agama yang diungkapkan dengan wahyu’( revealed religion ) yang bersumber dari wahyu tuhan. Misalnya menurut agama Kristen kitab terakhir perjanjian baru adalah wahyu, yang didalamnya teologi dikatakan bahwa wahyu adalah pengalaman yang terakhir pada adanya cara yang baru sekali dalam memandang dnia dan kehidupan manusia. Pengalaman yang diterima berdasarkan wahyu itu karena tidak dapat terjadi melalui usaha akal pikiran penelaahan manusian, tetapi merupakan pengetahuan terhdap kebenaran yang diilhami. Namun wahyu tidak sama dengan ilham, oleh karena wahyu hanya dapat diterima para rasul dan nabi, sedangkan ilham hanya didapat oleh manusia selain rasul dan nabi.

2. Agama wad’I ialah agama duniawi [natural religion] yang tidak bersumber pada wahyu illahi melainkan hasil ciptaan akal pikiran dan perilaku manusia, oleh karenanya a disebut juga agama budaya’ agama wad’I lahir berdasarkan filsafat atau dari para penganjur agama bersangkutan. Termasuk dalam golongan agama ini antara lain seperti agama-agama hindu, agama budha, tao [sumber mutlak seluruh isi alam] yang disamakan dengan ‘ahuta mazda’ [persi], kong-hu-cu [k’ung fu-tze) dan berbagai aliran paham keagamaan lainya.

Ciri-ciri agama wad’I ialah sebagai berikut :

a. Konsep ketuhanannya tidak monetheis, bahkan tidak jelas.

b. Tidak disampaikan oleh rasul allah sebagai utusan tuhan.

c. Kitab sucinya bukan berdasarkan wahyu tuhan.

d. Dapat berubah tejadinya perubahan masyarakat pengaruhnya.

e. Kebenaran ajaran dasarnya tidak tahan kritik terhadap akal manusia.

f. System terasa dan berpikirnya sama dengan system merasa dan berpikir kehidupan masyarakat penganutnya.

Menurut agama hindu, weda adalah wahyu bukan buatan maha resi atau manusia, berdasarkan Manawa dharmacastra ll. 10. Jdadi agama hindu bukan agama budaya hasil cipta manusia (cudamani, 1987: 1-2)

E. AGAMA BUDAYA DAN BUDAYA AGAMA

A. Agama Budaya

Timbulnya agama budaya dalam alam pikiran manusia adalah dikarenakan adanya getaran jiwa yang disebut’emosi keagamaan’atau ‘religious emotion’ menurut koentjaraningrat emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami setiap manusia. Walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Adanya emosi keagaamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (koentjaraningrat, 1979:394). Pendapat ini sejalan dengan pendapat E.durkheim dalam uraianya tnetang asal mula agama (1912), yang di Indonesia banyak dianut oleh para penganut aliran kepercayaan.

Jadi menurut pendapat tersebut yang menjadi sebab latar belakang orang berperilaku keagamaan, percaya kepada yang ghaib adalah dikarenakan ada dorongan emosi keagamaan dalam batin manusia sendiri. Karena adanua emosi keagamaan maka timbullah pemikiran, pendapat, perilaku kepercayaan terhadap sesuatu benda yang dianggap mempunyai kekuatan luar biasa, dianggap keramat atau dikeramatkan dan dianggap suci, serta disayangi atau ditakuti. Jadi dalam system merupakan unsure-unsur yang dipertahankan dan dilaksanakan para penganutnya sebagai berikut:

1. Memelihara emosi keagamaan.

2. Yakin dan percaya pada ghaib-ghaib,

3. Melakukan acara dan uopacara-uopacara tertentu.

4. Mempunyai sejumlah pengikut yang menaati.

Keempat unsur tersebut saling bertautan satu sama lain, yang kesemuanya berdasarkan keyakinan dan kepercayaan terhadap hal-hal yang ghaib, yang ditakuti atau disayagi, yang disebut tuhan, dewa-dewa, roh-roh atau makhluk halus disekitar jagad raya ini, baik yang bersifat jahat maupun yang bersifat baik.

Hasil karya yang timbul dari akal pikiran dan perilaku manusian dalam bentuk-bentuk nyata, dangan maksud agar emosi kegamaan tetap bergelora, agar keyakinan dan kepercayaan terhadap yang ghaib tetap kuat bertahan, agar acara dan upacara keagamaan berjalan sebagaimana mestinya, agar keyakinan akan kebenaran menurut ajaran agama dan keperecayaan masing-masing berkembang meluas di kalangan umat manusia, maka terjadilalah berbagai bentuk budaya agama.

B. Budaya Agama

Baik agama wahyu (samawi), seperti hindu, Kristen dan islam, maupun agama budaya (wad’I), seperti budha pada mulanya, dan berbagai ajaran keagamaan seperti tao, kong-hu-chu,dan berbagai aliran paham keagamaan dan kepercayaan pada yang ghaib, yang dianut masyarakat sederhana atau masyarakat sederhana atau masyarakat yang sudah maju, memiliki budaya agama, yaitu hasil. Hasil pemikiran dan perilaku budayayang menyangkut keagamaan. Budaya masing-masing, ada yang muncul dalam benak manusia berdasarkan kehendak yang diwahyukan tuhan kepada para nabi, dan ada yang muncul dalam benak manusia berdasarkan emosi keagamaan peribadi manusia sendiri

TEORI ASAL MULA AGAMA.

Ketika para sarjana mencoba merumuskan teori-teori tentang asal mula terjadinya agama, ilmu pengetahuan yang disebut antropologi belum ada, yang baru ada adalah etnografi, lukisan tentang suku-suku bangsa sederhana yang kemudian menjadi etnologi, yaitu ilmu tentang bangsa-bangsa (sederhana) para ahli yang berpendapat tentang asal mula agama adalah ahli sejarah c. de Brosses (1967) ahli filsafat August comte(1850) ahli filologi F.Max Muller 1880) dan lainya dan kemudia n muncul teori-teori dari para ahli antropologi seperti E.B. Tylor (1889) R.R.Marett (1909), J.G.franzer (1890) E.Durkheim (1912) dan W.Schmidt (1921) (koentjaraningrat (1966) ; 207-208) dari teori –teori mereka ini orang berpendapat bahwa perkembangan agama itu mulai dan animism, dinemisme, politeisme dan baru kemudian menoteisme.

A. TEORI TAYLOR

Sarjana yang diangap paling pertama kali mengemukakan pendapat bahwa asal mula dari agama adalah dinamisme’ paham tentang jiwa atau roh dia adalah sejana antopologi inggris E.B. Taylor dalam bukunya ‘primitive Culture’ mengapa manusia sderhana menyadari tentang adanya jiwa atau roh ,dikarenakan yang Nampak dan dialami sebagai berikut:

§ Peristiwa hidup dan mati

Bahwa adanya hidup karena adanya gerak, dan gerak itu terjadi karena adanya jiwa. Dan apa bila jiwa itu lepas dari tubuh maka berakti mati dan tubuh tidak bergerak.

§ Peristiwa mimpi

Bahwa ketika manusia itu tidur atau pingsan ia mengalami mimpi dimana tubuh itu diam dan masih ada gerak (nafas), tetapi ia tidak sadar karena sebagian dari jiwanya terlepas dan gnetanyangan ketempat lain.

Menurut taylor kepercayaan manusia sederhana terhadap jiwa latin;anima.) didalam sekitarnya itulah yang disebut animism yang merupakan asal mula agama, yang kemudian dikembangakan menjadi Dynamisme. Polytheisme, dan akhirnya menotheisme. Dengan demikian animism itu adalah paham kepercayaan manusia tetang adanya jiwa.

B. TEORI MARETT

Dikemukakan oleh R.R Marett seorang antropologi ingris di dalam bukunya The Threshold of Religion’ (1909), berarti setelah 36 tahun teori animism berkembang. Berpendapat bahwa bagi masyarakat yang budayanya masih sangat sederhana belum mungkin dapat berpikir dan menyadari tentang adanya ‘jiwa’ jadi katanya pokok pangkat dari perilaku keagamaan bukanlah kepercayaan terhadap roh-roh halus, melaikan timbul karena perasaan rendah diri manusia terhadap berbagai gejala dan peristiwa yang dialami manusia dalam hidupnya. Sehingga kekuatan itu bersifat ‘supernatural. Menurut marett kepercayaan terhadap adanya yang supernatural itu sudah ada sejak sebelum manusia menyadari adanya roh-roh halus (animesme). Oleh karenanya teori marett ini sering dikatakan pula prae-animesme.

C. TOERI FRAZER

Mengemukakan juga pendapat tentang asal mula agama adalah J.G.Frazer dalam bukunya The Golden Bough a Study in Magic and religion (1890) ia berpendapat bahwa manusia itu dalam memecahkan masalah berbagai macam dalam kehidupannya dengan menggunakan akal dan system pengetahuan. Akal manusia itu terbatas semakin rendah budaya manusia semakin kecil dan terbatas kemampuan akal pikiran dan pengetahuannya.

Megic itu adalah tanggapan hidup berbagai masyarakat bangsa, sejak jaman purba maupun sekarang masih ada. Orang memperkirakan bahwa para ahli magic itu dengan mantera, jimat dan upacara yang dilakukan dapat menguasai atau mempengaruhi alam sekitarnya.

Menurut frazer pada mulanya manusia itu hanya mengunakan magic untuk mengatasi masalah yang berada diluar batas kemampuan akalnya, kemudian dikarenakan ternyata usahanya dengan magic tidak berhasil maka mulailah ia percaya bahwa alam semesta ini didiami oleh para makhluk halus yang lebih berkuasa dari padanya. Seterusnya dengan makhluk-makhluk halus itu, sehingga dengan demikian timbullah agama(religi)

D. TEORI SCHIMIDT

Serjana Austria W.Schmidt juga mengemukakan teori tentang asal mula agama, atara lain dalambukunya ‘Die Uroffenbarung als Antang der Offenbarungen Gonttles (1921) yang berbeda dengan taylor. Schmindt mengemukakan bahwa ‘monotheisme’ kepercayaan terhadap adanya satu tuhan. Sesungguhnya kepercayaan terhadap adanya satu tuhan. Sesungguhnya bukan penemuan baru tetapi juga sudah tua. Pendapatnya ini sebenarnya berasal dari pendapat ahli sastra inggris A.lang, yang meramunya dari berbagai kesusasteraan rakyat dari berbagai bangasa di dunian dalam bentuk-bentuk dongeng yang melukiskan adanya tokoh dewa tunggal.

E. TEORI DUHKHEIM

Seorang sarjana filsafat dan sosiologi bangsa prancis, yang juga mengemukakan teorinya tentang asal mula agama dalam bukunya ‘les forms elementaires de la vie religieuse (1912).

Seperti halnya dengan marett yang mengemukakan kritiknya terhadap teori tylor, demikian pula durkheim yang berpendapat bahwa pada masyarakat yang masih sederhana tingkat budayanya belum mungkin dapaat menyadari dan memahami tentang jiwa yang berada dalam tubuh manusian yang hidup dan jiwa yang sudah lepas dari tubuh menjadi roh-roh halus dari orang yang sudah mati.

Menurut durkheim pengertian tentang emosi keangamaan dan sentimen-kemasyarakatan sebagaimana dikemukakan di atas adalah pengertian dasar yang merupakan inti dari setiap agama sedangkan kegiatan berhimpunya masyarakat,

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang hidup di kepulauan Nusantara di garis khatulistiwa. Lingkungannya dipenuhi dengan hutan rimba, pegunungan, sungai , danau, rawa-rawa dengan lautan yang luas. Dan binatang-binatang yang ada bermacam-macam dari yang ganas sampai yang jinak. Musim di nusantara hanya dua yaitu kemarau dan hujan tidak selamanya membahagiakan kehidupan manusia tetapi ada kalanya menimbulkan musibah seperti gunung meletus, banjir, kelaparan dan penyakit. Indonesia yang dipenuhi oleh flora dan faunanya menjadikan daya tariknya bukan hanya bagi manusia tetapi makhluk halus yang baik atau jahat. Karena itu bangsa Indonesia sudah senjak zaman purba, sebelum adanya agama-agama besar (Hindu-Budha, Kristen dan Islam) telah mengenal kepercayaan kepada kekuatan –kekuatan ghaib dan nenek moyang bangsa Indonesia di zaman purba sudah mengenal alam roh. Hal tersebut diperlihatkan dari suku bangsa di Indonesia yang masiih menggunakan kepercayaan lama.

BY: Taufik Rahman,Yudi Rahman,Raka,Isma


Dibalik Tanyangan UPIN &IPIN

Upin dan Ipin adalah tentang sepasang anak kembar laki-laki yang bernama upin dan ipin yang satu berambut seuntai namanya upin dan yang satunya lagi tidak berambut (botak) yang tinggal bersama kakaknya "Kak Ros" dan neneknya "Opa". Opa adalah panggilan untuk nenek, Isi ceritanya tentang moral dan tentang puasa untuk anak – anak..
Film ini mengisahkan tentang pengalaman berpuasa 2 anak kembar yang masih kecil. pesan moral yang perlu dilihat dan dicontoh oleh anak-anak dan orang tua kita. Bagaimana seorang anak menghargai apa dan bagaimana puasa itu, sembari tetap beraktifitas seperti bermain. Pesan moral disampaikan dengan cara sederhana, mudah dimengerti, dibungkus dalam cerita kehidupan keseharian yang penuh kepolosan, kenakalan, kelucuan ala anak-anak. Upin dan Ipin digambarkan berteman dengan Jarjit, Mail, Ihsan, Rajoo, dan satu gadis kecil berkacamata bernama Mei-Mei.

Film ini memang produk Malaysia walaupun Indonesia dan Malaysia mengalami polemik, tetapi Film yang satu ini tetap digemari oleh penikmatnya.Khususnya anak-anak .Kemudian dalam film ini dilustrasikan bagaiaman orang tua mendidik anak-anaknya dalam beribadah dan berperilaku.
Upin dan Ipin adalah film animasi yang dibuat oleh Les Copaque, sebuah industri media di Selangor, malaysia. Upin dan Ipin punya episode terbaru. Film animasi keluarga ini menceritakan tentang kehidupan 2 orang anak malaysia dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam film animasi ini dimunculkan etnik-etnik yang ada di Malaysia. Ada Etnik Melayu, China maupun India.
Kalau kita perhatikan film kartun Ipin dan Upin merupakan kehidupan sehari-hari dari anak-anak. yang memang kenyataan nya seperti itu, tidak ada yang dibuat-buat sehingga ceritanya alami. Dan kaya dengan nasehat-nasehat yang baik untuk anak-anak. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa film animasi upin dan upin ini memeperkenalkan realitas multicultural. Sebagai film kartun animasi, Upin dan Ipin bisa dilihat tidak hanya sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi produk, budaya kontemporer yang mendunia dengan sokongan kekuatan ekonomi sejumlah negara asalnya seperti Amerika

Serikat, Jepang, atau Eropa. Lebih dari itu, kehadiran Upin dan Ipin perlu dilihat sebagai suatu kreativitas yang dilandasi kejelian untuk memperkenalkan realitas kehidupan multi-kultural Malaysia kepada anak-anak. Film ini dapat memeberikan dua inspirasi :

Ø Pertama, sebagai karya kreatif, Upin dan Ipin boleh dibilang berhasil secara komersial. Berdasarkan situs resmi. Pembuatnya, kartun animasi ini kini ditayangkan di stasiun televisi tiga negara, yaitu Malaysia (TV9), Turki (Hilal TV), dan Indonesia (TPI). Upin dan Ipin juga meraup ringgit dari penjualan pernak-pernik (merchandise), DVD, begitu pula lewat

film layar lebar yang diedarkan tahun 2009 ini.

Ø Kedua, Upin dan Ipin menunjukkan keberhasilan dalam menyampaikan pesan multi-kultural. Tidak saja untuk menumbuhkan kesadaran atas realitas tersebut kepada para pemirsanya di negeri sendiri, tetapi juga memperkenalkan

realitas tersebut kepada pemirsa di negeri lain. Apabila kita tidak menghendaki

stasiun televisi hanya menayangkan karya kreatif bangsa lain yang menyebabkan kita lebih mengenal budaya mereka.maka perlu digalakkan pembuatan karya kreatif yang memperkenalkan budaya sendiri melalui film, sinetron, atau kartun anak-anak. Seperti kita ketahui bahwa sinetron di Negara kita sekarang pesan moral yang disampaikan sanagatlah minim, kebanyakan menonjolkan budaya metropolitan, serta konflik-konflik orang dewasa seperti, dan lain-lain sebenarnya tidak patut ditiru oleh anak-anak.

Agar film di Negara kita juga .dapat menumbuhkan kesadaran atas realitas multi-kultural maka harus dikemas dengan pesan moral yang dilandasi dengan pembentukkan sikap dengan cara yang cerdas dan kreatif. Sikap yang tepat dalam menghadapi keberagaman, yaitu melalui pengakuan dan penghargaan atas keberadaan yang lain. Upin dan Ipin bisa dijadikan contoh. Tentu saja bukan untuk diakui sebagai produk budaya kita.

by: Neysa Anggiana

Teknik propaganda


Institut of propaganda And Lysis (IOPA)

1. Name Calling

2. Glitering Geeneralistis

3. Testimonial

4. Transver

5. Plain Folk

6. Card Stacking

7. Band wagon technique

8. Reputable Mounth piece

Tekhnik lain selain dari IOPA

1. Reputable Month piece

2. Using all from of persuations

Tugas Mandiri Propaganda harus mengacu pada :

5W+!H

Tekhnik diartikan sebagai suatu sisten , metode untuk mengerjkan sesuatu. Secara arti luas adalah suatu cara atau kepandaian untuk melaksanakan atau membuat susuatu yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Seperti misalnya, seni, budaya, politik, bisnis, sosila dll.

· Name Calling yaitu tekhnik propaganda dengan melakukan suatu julukan yang buruk terhadap suatu objek , sebagai contoh :

· Gkitering generalisitis, tekhnik yang dilakukan dengan menonjolkan suatu gagasan terkadang disertai sanjunganan sanjungan

· Testimonial yaitu tekhnik yang dilkukan dengan melakukan dengan cara mengunakan nama-nama orang yang sudah dikenal. Contoh :

· Transfer yaitu melakukan pengaruh tokoh yang paling berwibawa ditengah2 masyarakat

· Plain Folk yang dilakukan dengan member identifikasi terhadap idea tau apa sajayang dipropagandakan semua itu bertujuan agar dapt diangggap menajdi milik public

· Card stacking, degnan cara menonjolkan hal-hal yang baik baik saja, Contoh : Soeharto pembangunan

· Bandwagon, dengan membesar-besarkan suksesnya seseorang, kelompok atau lembaga. Pemimpin dibesar-besarkan sehingga banyak dipilh oleh masyarakat

· Reputable, dengan mengemukakan sesuatu hal yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Tehknik lain :

1. Using, tekhnik yang dilakukan untuk embujuk orang lain iming2. Dll. Saat kampanye.

Menurut tekhnik hitler ia melakukan propaganda untuk membangkitakan emosi. Dalam kegiatannya sering kali ia tidak memperhatikan faktor-faktor objektifitas. Yang ada ditengah-tengah masyarakat. Dalam prakteknya biasa menyingkirkan pertimbangan yang bersifat humanism dan juga estetika.

Propaganda H.Childs, tekhnik propaganda yang dilakukan dengan cara :

1. Strategi of Organizasion propaganda yang dilakukan dengan membangun jaringan-jaringan (organisasi-organisasi).

Tekhnik propaganda Hummen and huntres

1. The Bold Appeal adalah bold- botak, appeal= meminta, tekhnik propaganda yang dilakukan dengan cara, menyatakn suatu anjuran, sehinggga timbul suatu sugesti tanpa komentar. Secara terus menerus,

2. Humor, biasanya jika dimedia massa cetak, bang one

3. Satire, sarcasm, semacam lelucon , ejekan, lelucon, kadang – kadang mengadung falsafah yang sifatnya menyakitakn, tajam. Miris.

4. Shock tekhnik